Dakwaan Jaksa Dinilai Kabur, Penasehat Hukum Minta Hakim Bebaskan Kliennya

Editor: dailysatu author photo


dailysatu.com - Sidang terdakwa Mangindar Simbolon kembali digelar di ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (20/11/2023). Dalam sidang kali ini beragendakan pembacaan eksepsi dari terdakwa melalui Penasehat Hukum nya yakni Arlius Zebua, SH, MH dan Agustinus Buulolo, S.


Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Asad Lubis dalam eksepsi yang dibacakan oleh Arlius Zebua menyebutkan, bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menguraikan perbuatan terdakwa pada Tahun 2003 s/d Tahun 2018. Kemudian pada poin berikutnya menguraikan bahwa perbuatan terdakwa pada Tahun 2000, hal tersebut menimbulkan tanda tanya, mana yang sebenarnya apakah pada Tahun 2003 s/d Tahun 2018 atau pada Tahun 2000 waktu (tempus delicti) Terdakwa melakukan tindak pidana yang di tuduhkan tersebut.


Bahwa seharusnya Jaksa Penutut Umum menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap dengan menyebutkan kapan waktu (tempus delicti) Terdakwa melakukan tindak pidana tersebut, apakah pada Tahun 2003 s/d Tahun 2018 atau pada Tahun 2000. Bahwa apabila uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum ini dibenarkan maka bertentangan dengan pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP.


"Apabila kita merujuk pada pasal 143 ayat 2 huruf b dan ayat 3 KUHAP kemudian dihubungkan dengan surat dakwaan yang diuraikan tidak dengan cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sebagaimana kami uraikan diatas maka seharusnya surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut diberlakukan baginya pasal 143 ayat 3 KUHAP yaitu surat dakwaan batal demi hukum," ucap Arlius Zebua. 


Selain itu kata Arlius, surat dakwaan JPU terhadap terdakwa yang di urai tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap kapan waktu (tempus delicti) yang sebenarnya perbuatan itu dilakukan oleh terdakwa, apakah pada Tahun 2003 s/d Tahun 2018 atau pada Tahun 2000, seharusnya dengan keadaan surat dakwaan yang demikian Majelis Hakim tidak ada keragu-raguan sedikitpun menyatakan bahwa surat dakwaan Jaksa Penutut Umum terhadap Terdakwa Mangindar Simbolon batal demi hukum. 


"Kemudian setelah kami membaca dan memahami surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada point surat Dakwaan berikutnya yang menguraikan “bahwa pada Tahun 2000, Terdakwa Mangindar Simbolon meminta kepada Drs. Sahala Tampubolon selaku Bupati Samosir untuk menindaklanjuti janji dari Bupati Tapanuli Utara, Lundu Panjaitan untuk memberikan areal yang dicadangkan bagi masyarakat Desa Partungko Naginjang sebagai lokasi permukiman kembali para perambah hutan sekitar Hutan Lindung serta areal pengembangan budidaya pertanian dan holtikultural dst," jelas Arlius.


Bahwa dari surat Dakwaan Jaksa Penutut Umum yang menguraikan perbuatan Terdakwa dilakukan pada Tahun 2003 maka perbuatan terdakwa jika benar demikian telah berlalu selama 20 Tahun yang lalu, maka seharusnya Jaksa Penutut Umum tidak ada alasan hukum untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap terdakwa dalam perkara ini karena telah daluwarsa sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 78 KUHP  yang berbunyi “kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa”.


Kemudian Jaksa Penuntut Umum pada point berikutnya menguraikan bahwa pada tahun 2000, Terdakwa Mangindar Simbolon meminta kepada Drs. Sahala Tampubolon selaku Bupati Toba Samosir untuk menindaklanjuti janji dari Bupati Tapanuli Utara…dst”.


Dari surat Dakwaan Jaksa Penutut Umum yang menguraikan perbuatan Terdakwa dilakukan pada Tahun 2000 maka perbuatan Terdakwa jika benar demikian telah berlalu selama 23 Tahun yang lalu, maka seharusnya Jaksa Penutut Umum tidak ada alasan hukum untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap Terdakwa dalam perkara ini karena telah daluwarsa sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 78 KUHP yang berbunyi “kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa".


Apabila perbuatan terdakwa yang diduga melakukan perbuatannya pada Tahun 2003 atau Tahun 2000 dan dihubungkan dengan pasal 78 ayat (1) poin 4, maka jelas-jelas perkara yang dituduhkan kepada terdakwa telah daluwarsa.


Bahwa apabila surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ini dibenarkan maka bertentangan dengan Pasal 79 KUHP yang berbunyi “tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan” yang kemudian juga ditegaskan dalam Pasal 78 KUHP  yang berbunyi “kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa”. Dan kemudian ditegaskan kembali pada Pasal 78 ayat (1) poin 4 yang berbunyi : “mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.


Dan apabila merujuk pada Pasal 78 ayat (1) poin 4 KUHP kemudian dihubungkan dengan perbuatan Terdakwa yang diduga dilakukan pada Tahun 2003 atau pada Tahun 2000, sehingga perbuatan tersebut telah daluwarsa maka seharusnya Majelis Hakim tanpa keragu-raguan menyatakan bahwa surat dakwaan JPU tidak dapat diterima. 


"Menerima dan mengabulkan Eksepsi dari Penasehat Hukum Terdakwa Mangindar Simbolon untuk seluruhnya.

Menyatakan surat dakwaan Jaksa Penutut Umum No. Reg. Perk : PDS-10/SMR/Ft.1/10/2023 dalam Perkara No. 129/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Mdn batal demi hukum atau tidak dapat diterima.


Menetapkan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa Mangindar Simbolon tidak dapat dilanjutkan. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan Jaksa Penutut Umum. Memulihkan nama baik terdakwa Mangindar Simbolon dalam hak, kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya. Membebankan biaya perkara kepada Negara.


Demikian eksepsi ini kami sampaikan kehadapan Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," tegas Arlius Zebua.


Setelah mendengar eksepsi yang dibacakan penasehat hukum terdakwa Mangindar tersebut, Majelis Hakim menunda sidang.(ds/sagala)

Share:
Komentar

Berita Terkini