Bukan hanya ke Kejati Riau, surat laporan pengaduan masyarakat (dumas) itu juga disampaikan ke Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau serta Inspektorat Riau.
"Sudah, sudah kita laporkan, ke Kejati Riau, Disdik Provinsi Riau dan Inspektorat Riau pada beberapa hari lalu.Intinya, agar pengelolaan dana BOS dan BOSDA SMA/SMK di Inhu agar diusut tuntas.Karena diduga ada penyimpangan,"kata Ketua DPC LSM BARA API Inhu, Fitri Ayomi kepada awak media dailysatu.com, Jumat 26 Mei 2023.
Fitri Ayomi bilang adapun 26 Kepsek SMA/SMK yang dilaporkan itu yakni,
1. SMAN 1 Rengat ,
2. SMAN 2 Rengat
3. SMAN 2 Rengat Barat
4. SMAN 1 Seberida
5. SMAN 2 Seberida
6. SMAN 1 Peranap
7. SMAN 2 Peranap
8. SMAN 3 Peranap
9. SMAN 2 Kelayang
10. SMAN 1 Pasir Penyu
11. SMAN 1 Batang Gansal
12. SMAN 2 Rakit Kulim
13. SMAN 1 LBJ
14. SMAN 2 LBJ
15. SMAN 1 Kuala Cenaku
16. SMKN 1 Rengat
17. SMKN 1 Rengat Barat
18. SMKN 1 Seberida
19. SMKN 1 Batang Cenaku
20. SMKN 1 Peranap
21. SMKN 1 Kelayang
22. SMKN 1 Batang Gansal
23. SMKN 1 Rakit Kulim
24. SMKN LBJ
25. SMKN 1 Kuala Cenaku
26. SMKN 1 Batang Peranap
Ayomi menilai dugaan penyimpangan dana BOS di SMA/SMK Negeri di Inhu harus diusut tuntas. Ini mengingat dana tersebut untuk mendukung operasional non-personalia bagi satuan pendidikan.
”Kami melihat permasalahan dana BOS dan BOSDA SMA/SMK Negeri di Inhu sarat penyimpangan. Karenanya, Kejati Riau diminta harus diusut tuntas,"pintanya.
Masih dikatakan Ayomi, bahwa modus dugaan penyimpangan dana BOS dan BOSDA dilontarkan salah seorang mantan Kepsek di salah satu SMA Negeri di Inhu.
Dari keterangannya itu, diketahui bahwa modus kecurangan dan penyimpangan dana BOS dan BOSDA dilakukan dengan cara melakukan mark-up dalam belanja sekolah.
"Misal belanja sekolah Rp.40 Juta di mark-up sampai Rp.60 juta. Dan biasa sekolah di pedalaman itu membuat merk (cap) toko sendiri. Dan semua pengelolaan BOS dan BOSDA tahun 2018 hingga 2022 tidak sesuai juknis Permendikbud"kata Ayomi menirukan ucapan si mantan Kepsek itu.
Selain itu, kata Ayomi, masih kata Kepsek itu, bahwa adanya iuran dari sekolah ke Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) sebesar Rp.1000 dari jumlah siswa yang mendapat Dana BOS dan BOSDA.
"Kemudian setiap pencairan dana bosda/bosnas, Kepsek dapat 'percikan', "ujarnya seperti pengakuan Kepsek itu.
Disamping itu, adanya 'jual-beli' seragam sekolah yang diduga dilakukan oleh Komite Sekolah.
"Harganya variasi, dan itu diduga ada kongkalingkong antara sekolah dengan Komite sekolah,"tegasnya.(ds/ari)